Langsung ke konten utama

Hidup terasa sempit terus-menerus? Bisa jadi gaji kamu terlalu besar !

artikel islam
Ketika anda sudah bekerja mapan, menjadi pegawai tetap sebuah perusahaan atau diangkat penjadi PNS yang sudah terjamin masa depannya. Namun anda selalu merasa kekurangan atau merasa kesempitan hidup mendera terus menerus. Kenaikan gaji dan tambahan penghasilan anda secara berkala tidak serta merta membuat anda merasa kecukupan, bahkan malah membuat anda merasa semakin kekurangan.

Jika anda mengkonsultasikan hal ini ke para perencana keuangan, mungkin jawabannya adalah: Anda harus menambah income, anda harus meminta kenaikan gaji pada perusahaan anda, anda harus memanfaatkan keterampilan anda atau pasangan anda untuk berbisnis kecil-kecilan, dan lain-lain yang intinya adalah menambah pemasukan. Tapi coba jika dikonsultasikan kepada seorang ulama besar yang kehidupannya zuhud dan percaya bahwa hanya Allah lah yang mengatur rizky setiap makhluknya. Mungkin kisah berikut bisa diambil menjadi pelajaran.

Seorang lelaki datang menemui Imam Syafie mengadukan tentang kesempitan hidup yang dia alami. Dia memberitahu bahwa dia bekerja sebagai orang upahan (kalau sekarang ya pegawai) dengan gaji sebanyak 5 dirham. Dan gaji itu tidak mencukupi untuknya.

Namun anehnya, Imam Syafie langsung menyuruh dia untuk menemui orang yang mengupahnya (atasan/bos perusahaan) supaya mengurangi gajinya menjadi 4 dirham.  Lelaki itu pergi melaksanakan perintah Imam Syafie sekalipun dia tidak faham apa maksud dari perintah itu.

Setelah berlalu beberapa lama lelaki itu datang kembali menemui Imam Syafie mengadukan tentang kehidupannya yang tidak ada kemajuan. Lalu Imam Syafie memerintahkannya untuk kembali menemui orang yang mengupahnya dan minta untuk mengurangi lagi gajinya menjadi 3 dirham. Lelaki itupun pergi melaksanakan anjuran Imam Syafie dengan perasaan sangat heran.

Setelah berlalu sekian hari, lelaki itu kembali lagi menemui Imam Syafie dan berterima kasih atas nasihatnya. Dia menceritakan bahwa uang 3 dirham itu dapat mencukupi semua keperluan hidupnya, bahkan hidupnya menjadi lapang. Dia menanyakan apa rahasia di sebalik semua itu?

Imam Syafie menjelaskan bahwa pekerjaan yang dia jalani itu tidak layak mendapatkan upah lebih dari 3 dirham. Dan kelebihan 2 dirham itu telah mencabut keberkahan harta yang dia miliki ketika bercampur dengannya.

Lalu Imam Syafie membacakan sebuah sya'ir:
Dia kumpulkan (rizky) yang haram dengan yang halal supaya ia menjadi banyak.
Yang harampun masuk ke dalam yang halal lalu ia merusaknya.

Pelajaran yang dapat kita ambil dari kisah tersebut adalah besarnya penghasilan yang dinilai dengan uang tidak selalu berbanding lurus dengan kebahagiaan atau ketenangan yang dirasakan. Bahkan penghasilan yang terlalu besar namun sebenarnya Allah melihatnya tidak layak untuk kita, maka Allah akan menghilangkan keberkahannya. Bisa saja kita dibuat sakit dan harus dirawat masuk rumah sakit dengan menghabiskan banyak uang, atau keluarga terkena musibah, harta kecurian, terlilit hutang yang tak kunjung habis dan perasaan hidup yang semakin sempit meskipun anda tinggal dirumah yang besar dan megah dengan kendaraan lebih dari satu.

Tidak layak disini bisa juga terjadi karena kompetensi, skill dan etos kerja kita yang tidak maksimal. Ketika kita menjadi seorang pegawai, kinerja kita hanya asal-asalan, skill gak pernah diasah, kompetensi tidak pernah ditingkatkan, namun kita selalu menuntut gaji yang besar, menuntut tunjangan ini dan itu, tapi kewajiban yang kita berikan ke instansi/perusahaan tempat kita bekerja hanya sekedarnya saja tanpa ada perbaikan.

Meminjam istilah Mario Teguh, kita harus memantaskan diri untuk bisa dibayar lebih mahal. Jadi kalau anda  sudah mendapat upah besar tapi kinerjanya pas-pasan, hati-hati anda sedang mengurangi keberkahan hidup anda sendiri.

Lalu bagaimana? Apakah harus mengembalikan upah yang berlebih tadi seperti anjuran Imam Syafei? Tapi kalau jaman sekarang, instansi/perusahaan akan mengatakan anda tidak waras, diupah besar kok malah dikembalikan. Solusinya, gunakan upah itu untuk meningkatkan kompetensi agar kita menjadi lebih pantas mendapat upah sebesar itu. Misal, kalau belum bisa mengoperasikan komputer sedangkan tuntutan pekerjaan mengharuskan kita menguasai komputer, ya keluarkan buat biaya kursus komputer. Kedua, anda sendiri yang memotong upah yang berlebihan itu, caranya begitu dapat upah, kurangi dengan menyalurkannya ke orang lain yang membutuhkan, yaitu bersedekah. Jika masih belum berubah, perbesar terus sedekahnya sampai anda merasakan ada perubahan. Saya rasa itu solusi yang paling mudah dibanding anda harus mengembalikan upah anda tadi. Wallahu'alam :)

Baca Juga

Komentar

  1. Ga tau knp setelah baca postingan ini, saya jadi ikutan merenung juga.. kira2 gaji saya udh sesuai dengan bobot kerja saya atau belum ya.. soalnya perkara uang haram itu perkara jangka panjang.. klo hidup sambil makan uang haram, bisa berabe ntar hidupnya.. itu baru pas hidup, belum pas wafat :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih sudah berkunjung, tulisan ini saya buat karena melihat lingkungan sekitar saya. Saya sering melihat orang yang penghasilannya bertambah tapi kinerjanya tidak maksimal, ada saja kendalanya. Misal, tiba-tiba masuk rumah sakit mulai dari anak, suami, dan dirinya sendiri. Cicilan hutang semakin menumpuk, pinjaman dimana-mana.

      Hapus

Posting Komentar

Jika berkenan, kamu bisa memberikan komentar disini, dan jika kamu punya blog, saya akan kunjung balik. (Isi komentar diluar tanggung jawab kami).

Postingan populer dari blog ini

Pengalaman Nonton Ayat-ayat Cinta

Coz webnya kakbayu nggak bisa dibuka ya udah jadinya saya krm in email aja, saya mo cerita nich... Hari jumat yang lalu saya nonton ayat2 cinta bareng ama temen, dan Subhanalloh, mata saya bengkak gedhe banget sekeluarnya dari bioskop, dan bengkak itu 2 hari baru bisa kempes, he he he he he. Sebenarnya saya nangis bukan karena jalan ceritanya, bukan karena Fahri yang begitu sempurna seperti halnya Aisha baik agama maupun hati dan akhlaknya, bukan juga karena nasib Maria yang begitu malang. Tapi ada dua adegan yang sampai sekarang kalo diinget saya masih tetep nangis.

Begini cara hitung skor PPDB Zonasi Sekolah Dasar Negeri Kota Depok Tahun 2024

Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Kota Depok tahun ini rupanya berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Dimana pada tahun 2024 ini PPDB dilaksanakan secara terintegrasi dari TK Negeri, SD Negeri dan SMP Negeri. Tahun ini pun persyaratan Kartu Keluarga (KK) Kota Depok yang terbitnya setidaknya sudah 1 (satu) tahun pun menjadi persyaratan mutlak. Tujuannya tentu saja menyaring agar calon peserta didik yang mendaftar di sekolah negeri dibawah Dinas Pendidikan Kota Depok adalah benar-benar warga Depok, yang telah memiliki KK dan tinggal di Depok setidaknya 1 (satu) tahun. Jika tidak, maka tombol opsi untuk melakukan pendaftaran tidak dapat di tekan. Tujuannya memang positif, dimana Dinas Pendidikan Kota Depok memberikan prioritas kepada warga Depok untuk dapat bersekolah di kotanya sendiri dan sekolah yang dekat dari tempat tinggalnya sesuai KK. Namun dampaknya untuk Sekolah Dasar Negeri banyak calon peserta didik yang berusia 7 (tujuh) tahun keatas tidak dapat masuk sekolah dikarenakan K...

Guru Malas Menulis, Murid Malas Membaca: Tantangan dan Solusi Pendidikan

Dalam era digital yang serba cepat ini, dunia pendidikan menghadapi tantangan baru yang tak terelakkan: penurunan minat guru dalam menulis dan menurunnya minat siswa dalam membaca. Fenomena ini dapat berdampak negatif pada kualitas pendidikan dan perkembangan intelektual siswa. Artikel ini akan mengupas penyebab, dampak, dan solusi dari masalah ini. Penyebab Guru Malas Menulis 1. Beban Kerja yang Tinggi: Guru sering kali menghadapi beban kerja yang tinggi, mulai dari mengajar, menyiapkan materi, hingga mengurus administrasi. Hal ini menyisakan sedikit waktu dan energi untuk menulis. 2. Kurangnya Motivasi: Beberapa guru mungkin merasa tidak ada insentif atau penghargaan yang cukup untuk menulis, baik dalam bentuk artikel ilmiah, buku, atau bahkan materi pembelajaran yang inovatif. 3. Teknologi dan Sumber Daya: Keterbatasan akses ke teknologi dan sumber daya yang diperlukan untuk menulis, seperti komputer dan akses internet yang stabil, juga bisa menjadi kendala.