Mengapa mendidik itu dikatakan
memimpin perkembangan anak dan bukan membentuk anak? Memang, kata “memimpin” di
sini tepat. Anak bukanlah seumpama segumpal tanah liat yang dapat diremas-remas
dan dibentuk dijadikan sesuatu menurut kehendak si pendidik. Jika sekiranya betul
demikian, sudah tentu kita dapat mengharapkan bahwa nanti manusia itu akan
menjadi baik semua. Sebab menurut kenyataanya hampir semua manusia diusahakan dididik,
baik oleh guru maupun orang tuanya.
Pendidikan disebut pimpinan
karena dengan perkataan ini tersimpul arti bahwa si anak aktif sendiri,
memperkembangkan diri, tumbuh sendiri; tetapi dalam keaktifannya dia harus
dibantu, dipimpin. Dalam hal ini ada dua pendirian yang bertentangan:
Teori Tabularasa (John Locke dan
Francis Bacon)
Teori ini mengatakan bahwa anak
yang baru dilahirkan itu dapat diumpamakan sebagai kertas putih bersih yang
belum ditulisi (a sheet white paper avoid of all characters). Jadi, sejak lahir
anak itu tidak mempunyai bakat dan pembawaan apa-apa. Anak dapat dibentuk
sekehendak pendidiknya. Disini kekuatan ada pada pendidik.
Pendapat John Locke seperti di
atas dapat disebut juga empiresme, yaitu suatu aliran atau paham yang
berpendapat bahwa segala kecakapan dan pengetahuan manusia itu timbul dari
pengalaman (empiri) yang masuk dari alat indera. Kaum behavioris juga
berpendapat senada dengan teori tabularasa, tidak mengakui adanya pembawaan
dari keturunan. Aliran ini sering disebut juga aliran optimisme.
Teori Nativisme (Schopenhauer)
Nativus (latin) berarti karena
kelahiran. Aliran ini berpendapat bahwa tiap-tiap anak sejak dilahirkan sudah
mempunyai berbagai pembawaan yang akan berkembang sendiri menurut arahnya
masing-masing. Pembawaan itu ada yang baik dan ada yang buruk. Pendidikan tidak
perlu dan tidak berkuasa apa-apa. Aliran pendidikan yang menganut paham
nativisme ini disebut aliran pesimisme
Teori Konvergensi
Kedua teori tersebut ternyata
berat sebelah. Kedua-duanya ada benar dan salahnya. Maka dari itu, untuk
mengambil kebenaran dari keduanya, W. Stern ahli ilmu jiwa bangsa Jerman telah
memadukan kedua teori itu menjadi satu teori yang disebut teori konvergensi.
Menurut teori konvergensi hasil pendidikan anak-anak itu ditentukan atau
dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu pembawaan dan lingkungan.
---
Diringkas dari buku Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, Drs. M Ngalim Purwanto, MP
Penerbit PT. Remaja Rosdakarya Bandung 2006
Penerbit PT. Remaja Rosdakarya Bandung 2006
Komentar
Posting Komentar
Jika berkenan, kamu bisa memberikan komentar disini, dan jika kamu punya blog, saya akan kunjung balik. (Isi komentar diluar tanggung jawab kami).