Langsung ke konten utama

Perayaan HUT PGRI antara "majikan" dan perjuangan

demonstrasi guru
Hari ini, ribuan guru "menyerbu" Gelora Bung Karno untuk merayakan hari HUT PGRI yang disponsori oleh PGRI. Sebelumnya 2 menteri melarang guru ikut merayakan HUT PGRI karena takut dijadikan ajang politik dan dukung mendukung. Menteri tersebut adalah mendikbud yaitu Anies Baswedan dan Menpan Yudi.

Surat edaran dikirim ke kepala daerah, dinas dan birokrasi dibawahnya agar guru khususnya yang PNS tidak ada yang berangkat ke Senayan, ikut aturan PNS, begitu kurang lebih katanya. Karena bagi guru PNS mereka telah memiliki "majikan" yaitu pemerintah. Mereka dibayar pemerintah dan tentu dituntut harus patuh pada pemerintah dan jangan neko-neko.

Namun demikian, yang terpantau sepertinya edaran dari 2 menteri ini diabaikan, dan kalau dibilang ikut aturan PNS, lha ini kan hari Minggu, hari dimana PNS lepas tugas dan bebas mau melakukan apapun. Ini bukan jaman orba lagi, dimana setiap organisasi massa dikendalikan penuh oleh pemerintah. Apalagi PGRI bukan sekedar organisasi massa belaka, tapi merupakan organisasi profesi. Tentu harus independen dan tidak berada dalam tekanan siapapun. Termasuk "majikan" anggota-anggotanya.

Harapan saya kedepan PGRI selain bisa memperjuangkan kesejahteraan guru juga bisa meningkatkan kompetensi guru. Karena saya melihat kompetensi guru merupakan kelemahan dari guru itu sendiri, dimana kompetensi yang rata-rata rendah dijadikan sasaran empuk untuk "membungkam" suara guru. Kompetensi ini salah satunya dilihat dari Uji Kompetensi Guru (UKG) yang menjadi momok para guru karena banyak guru (terlebih yang sudah PNS dan bersertifikat pendidik profesional) tidak lulus pada UKG yang diselenggarakan pemerintah. Nah disinilah peran PGRI untuk "mensejahterakan" anggotanya (selain tentunya memperjuangkan hak-hak kesejahteraan dalam hal materi).

Mensejahterakan disini adalah  dengan banyak mengadakan pelatihan-pelatihan, seminar-seminar dan mendorong guru untuk selalu mengembangkan kompetensinya. Misalnya mendorong guru untuk mempunyai blog agar dapat menulis dan membagikan pikirannya. :D

Jangan lupakan pula guru honor, jangan sampai PGRI yang kepanjangannya Persatuan Guru Republik Indonesia menjadi Persatuan Guru pegawai negeRI. Perjuangkan guru honor yang sekarang ini sudah banyak berpendidikan S1 namun diupah dibawah lulusan SMK.

Terlepas dari pro dan kontra, saya ingin mengucapkan Selamat HUT PGRI, Guru... Mendidik Itu Melawan ! 

Baca Juga

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pengalaman Nonton Ayat-ayat Cinta

Coz webnya kakbayu nggak bisa dibuka ya udah jadinya saya krm in email aja, saya mo cerita nich... Hari jumat yang lalu saya nonton ayat2 cinta bareng ama temen, dan Subhanalloh, mata saya bengkak gedhe banget sekeluarnya dari bioskop, dan bengkak itu 2 hari baru bisa kempes, he he he he he. Sebenarnya saya nangis bukan karena jalan ceritanya, bukan karena Fahri yang begitu sempurna seperti halnya Aisha baik agama maupun hati dan akhlaknya, bukan juga karena nasib Maria yang begitu malang. Tapi ada dua adegan yang sampai sekarang kalo diinget saya masih tetep nangis.

Begini cara hitung skor PPDB Zonasi Sekolah Dasar Negeri Kota Depok Tahun 2024

Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Kota Depok tahun ini rupanya berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Dimana pada tahun 2024 ini PPDB dilaksanakan secara terintegrasi dari TK Negeri, SD Negeri dan SMP Negeri. Tahun ini pun persyaratan Kartu Keluarga (KK) Kota Depok yang terbitnya setidaknya sudah 1 (satu) tahun pun menjadi persyaratan mutlak. Tujuannya tentu saja menyaring agar calon peserta didik yang mendaftar di sekolah negeri dibawah Dinas Pendidikan Kota Depok adalah benar-benar warga Depok, yang telah memiliki KK dan tinggal di Depok setidaknya 1 (satu) tahun. Jika tidak, maka tombol opsi untuk melakukan pendaftaran tidak dapat di tekan. Tujuannya memang positif, dimana Dinas Pendidikan Kota Depok memberikan prioritas kepada warga Depok untuk dapat bersekolah di kotanya sendiri dan sekolah yang dekat dari tempat tinggalnya sesuai KK. Namun dampaknya untuk Sekolah Dasar Negeri banyak calon peserta didik yang berusia 7 (tujuh) tahun keatas tidak dapat masuk sekolah dikarenakan K...

Guru Malas Menulis, Murid Malas Membaca: Tantangan dan Solusi Pendidikan

Dalam era digital yang serba cepat ini, dunia pendidikan menghadapi tantangan baru yang tak terelakkan: penurunan minat guru dalam menulis dan menurunnya minat siswa dalam membaca. Fenomena ini dapat berdampak negatif pada kualitas pendidikan dan perkembangan intelektual siswa. Artikel ini akan mengupas penyebab, dampak, dan solusi dari masalah ini. Penyebab Guru Malas Menulis 1. Beban Kerja yang Tinggi: Guru sering kali menghadapi beban kerja yang tinggi, mulai dari mengajar, menyiapkan materi, hingga mengurus administrasi. Hal ini menyisakan sedikit waktu dan energi untuk menulis. 2. Kurangnya Motivasi: Beberapa guru mungkin merasa tidak ada insentif atau penghargaan yang cukup untuk menulis, baik dalam bentuk artikel ilmiah, buku, atau bahkan materi pembelajaran yang inovatif. 3. Teknologi dan Sumber Daya: Keterbatasan akses ke teknologi dan sumber daya yang diperlukan untuk menulis, seperti komputer dan akses internet yang stabil, juga bisa menjadi kendala.