Langsung ke konten utama

Kantong Plastik Berbayar

Tadi sore gue belanja di minimarket, di depan minimarket tersebut tertulis “Diet Plastik bla..bla..bla...” gue gak baca terusannya, tapi intinya toko tersebut telah menjalankan program pemerintah tentang GoGreen, pengurangan limbah plastik. Dimana dalam program ini, plastik tidak bisa diperoleh secara gratis lagi, tapi harus mbayar Rp. 200 / plastik.

Sebenarnya efektif gak sih program ini? Setahu gue plastik-plastik minimarket sekarang ini sudah ramah lingkungan, artinya bisa hancur ketika kita membuangnya ke tanah. Lalu mengapa konsumen masih harus dibebankan lagi? Kan harga produk di minimarket tersebut juga telah memperhitungkan semua biaya-biaya termasuk pajak dan penggunaan kemasan (plastik) yang sudah dibebankan ke konsumen. No komen deh, memang pemerintahan yang sekarang ini programnya sering kurang mengena dan efektif.

Nah kembali ke cerita pas tadi gue belanja di minimarket sejuta ummat, tahu kan namanya?! Nah ada bapak-bapak yang belanja susu formula kaleng yang harganya hampir Rp. 150.000. Setelah di register di kasir, kasir menawarkan “Mau di plastikin pak? Nambah Rp. 200 kalau mau di plastikin.” Si bapak menjawab “Gak usah, saya kantongin aja!”

Setelah selesai menghitung memberi kembalian, si kasir kemudian menawarkan plastik, kali ini gratis “Sini di plastikan saja pak !” Bapak itu menjawab “Jangan, nanti kamu rugi lagi!” kemudian si bapak meninggalkan kasir itu. Uang Rp. 200 sih emang gak seberapa, toh tiap kita belanja di minimarket kita selalu ditawarkan donasi 100-300 rupiah. Tapi kadang sebel aja plastik kok dihitung, walaupun kita tahu ini program pemerintah, tapi efektifitasnya meragukan, sepertinya kementrian yang berkaitan dengan lingkungan hidup ini cuma berprinsip yang penting ada program!

Kalau memang mau GoGreen, harusnya pemerintah mengadakan program yang lebih jelas. Misal, donasi untuk penanaman kembali hutan mangrove maupun tumbuhan lainnya dari produk yang dibeli konsumen.

Mengganti kantong plastik dengan papper bag, walaupun tadi, kantong plastik minimarket pada dasarnya sudah mendukung program GoGreen dan masih ramah lingkungan jika digunakan. Kemudian menyuruh perusahaan-perusahaan mengurangi penggunaan plastik dalam kemasan produknya, ini lebih efektif. Masih banyaklah program-program lainnya yang lebih kreatif, masa gue yang jelasin, emang gue menteri. Intinya jangan bikin program yang bisanya cuma “meras” uang rakyat, meskipun hanya Rp. 200 kalau dikalikan jutaan pembeli perhari jadi berapa? Uangnya kemana tuh? Pastinya ke pabrik plastik, malah makin banyak nantinya perusahaan kantong plastik :D

Gue yakin program ini cuma hangat-hangat eek ayam, karena beberapa kali gue belanja di minimarket yang ada tulisan “Diet Kantong Plastik” kadang dikasih kantong plastik juga tanpa bayar, artinya apa, minimarket sebenarnya sih gak rugi kasih kantong plastik! Apalagi kalau kita belanja banyak, gue udah bawa karung di motor, tetap aja dikasih kantong plastik gratis!

pengolahan kantong plastik menjadi bbm sumber internet
Diagram sederhana alat pengolah limbah plastik menjadi BBM (sumber internet)
Nah, terus bagaimana dengan sampah kantong plastik? Gue pernah denger katanya kantong plastik bisa diolah menjadi BBM, seharusnya itu yang diseriusi oleh pemerintah. Sampah kantong plastik yang jumlahnya banyak merupakan “tambang emas” jika memang bisa diolah jadi BBM (semacam minyak tanah atau bahkan minyak motor), coba googling deh tentang plastik yang bisa diolah jadi BBM. Dengan diolah jadi BBM kan bisa menghasilkan uang lagi. Tapi lagi-lagi pemerintah maunya serba instan, langsung saja rakyat disuruh bayar :D 

Semoga pemerintah cepat sadar deh, jangan mau yang instant-instant aja, mungkin ini dampak pemimpin yang besarnya dikarbit, jadi serba instant termasuk program-programnya. Dan kita tahu, sesuatu yang instant itu kurang sehat, dan buah yang di karbit rasanya pahit! CU :)

Baca Juga

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pengalaman Nonton Ayat-ayat Cinta

Coz webnya kakbayu nggak bisa dibuka ya udah jadinya saya krm in email aja, saya mo cerita nich... Hari jumat yang lalu saya nonton ayat2 cinta bareng ama temen, dan Subhanalloh, mata saya bengkak gedhe banget sekeluarnya dari bioskop, dan bengkak itu 2 hari baru bisa kempes, he he he he he. Sebenarnya saya nangis bukan karena jalan ceritanya, bukan karena Fahri yang begitu sempurna seperti halnya Aisha baik agama maupun hati dan akhlaknya, bukan juga karena nasib Maria yang begitu malang. Tapi ada dua adegan yang sampai sekarang kalo diinget saya masih tetep nangis.

Begini cara hitung skor PPDB Zonasi Sekolah Dasar Negeri Kota Depok Tahun 2024

Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Kota Depok tahun ini rupanya berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Dimana pada tahun 2024 ini PPDB dilaksanakan secara terintegrasi dari TK Negeri, SD Negeri dan SMP Negeri. Tahun ini pun persyaratan Kartu Keluarga (KK) Kota Depok yang terbitnya setidaknya sudah 1 (satu) tahun pun menjadi persyaratan mutlak. Tujuannya tentu saja menyaring agar calon peserta didik yang mendaftar di sekolah negeri dibawah Dinas Pendidikan Kota Depok adalah benar-benar warga Depok, yang telah memiliki KK dan tinggal di Depok setidaknya 1 (satu) tahun. Jika tidak, maka tombol opsi untuk melakukan pendaftaran tidak dapat di tekan. Tujuannya memang positif, dimana Dinas Pendidikan Kota Depok memberikan prioritas kepada warga Depok untuk dapat bersekolah di kotanya sendiri dan sekolah yang dekat dari tempat tinggalnya sesuai KK. Namun dampaknya untuk Sekolah Dasar Negeri banyak calon peserta didik yang berusia 7 (tujuh) tahun keatas tidak dapat masuk sekolah dikarenakan K...

Guru Malas Menulis, Murid Malas Membaca: Tantangan dan Solusi Pendidikan

Dalam era digital yang serba cepat ini, dunia pendidikan menghadapi tantangan baru yang tak terelakkan: penurunan minat guru dalam menulis dan menurunnya minat siswa dalam membaca. Fenomena ini dapat berdampak negatif pada kualitas pendidikan dan perkembangan intelektual siswa. Artikel ini akan mengupas penyebab, dampak, dan solusi dari masalah ini. Penyebab Guru Malas Menulis 1. Beban Kerja yang Tinggi: Guru sering kali menghadapi beban kerja yang tinggi, mulai dari mengajar, menyiapkan materi, hingga mengurus administrasi. Hal ini menyisakan sedikit waktu dan energi untuk menulis. 2. Kurangnya Motivasi: Beberapa guru mungkin merasa tidak ada insentif atau penghargaan yang cukup untuk menulis, baik dalam bentuk artikel ilmiah, buku, atau bahkan materi pembelajaran yang inovatif. 3. Teknologi dan Sumber Daya: Keterbatasan akses ke teknologi dan sumber daya yang diperlukan untuk menulis, seperti komputer dan akses internet yang stabil, juga bisa menjadi kendala.