Bangsa yang besar adalah bangsa yang
tidak melupakan jasa para pahlawannya, namun menjadi bangsa yang besar saja
tidaklah cukup jika tidak menjadi bangsa yang berbudi. Bangsa yang berbudi
adalah bangsa yang tidak melupakan perjuangan bangsa lain untuk kemerdekaan bangsanya.
Posting kali ini saya buat untuk merayakan Hari Kemerdekaan Indonesia yang
ke-71. Usia yang tidak bisa dibilang muda lagi, dan seharusnya bangsa ini
semakin tumbuh besar dan berbudi luhur.
“Sebelum tanggal 22 MARET 1946 Indonesia selalu diklaim Belanda sebagai masalah dalam negeri negara penjajah itu. Belanda tetap mengklaim Indonesia sebagai wilayah jajahannya.
Sebelum 22 MARET 1946 belum lengkap syarat negara Indonesia secara de jure walaupun secara de facto Indonesia sudah berdiri sejak 17 Agustus 1945.
Sebelum 22 MARET 1946, negara-negara di luar Indonesia dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tidak mau ikut campur urusan Indonesia karena dianggap sebagai masalah dalam negeri Belanda.
Sebelum 22 MARET 1946, dunia internasional belum mau mengurusi masalah Indonesia walaupun terjadi peperangan di Indonesia dan banyak korban jiwa.
Sebelum 22 MARET 1946, delegasi Indonesia seperti Sutan Sjahrir, Haji Agus Salim, Soedjatmoko, LN Palar, tidak boleh masuk ke Sidang Majelis Umum PBB.
Apa yang terjadi pada 22 Maret 1946? Itu adalah tanggal ketika ada sebuah negara mengakui kemerdekaan Indonesia untuk pertama kalinya. Negara itu adalah Mesir. Bahkan setahun sebelum kemerdekaan diproklamirkan, Palestina, melalui Mufti Besarnya, Syaikh Muhammad Amin Al-Husaini sudah menyatakan dukungannya untuk Indonesia.
Pada 6 September 1944, Radio Berlin berbahasa Arab menyiarkan ‘ucapan selamat’ dari Syaikh Amin Al-Husaini ke seluruh dunia Islam untuk mendukung kemerdekaan Indonesia.
Sejak Mesir dan Palestina mengakui dan mendukung kemerdekaan Indonesia, negara-negara di Timur Tengah berduyun-duyun mengakui kemerdekaan Indonesia. Bukan hanya itu, India pun kemudian mengikuti langkah Mesir dan Palestina.
Selain kepiawaian Haji Agus Salim untuk melobi negara-negara Timur Tengah, juga karena dukungan dari gerakan-gerakan Islam di Timur Tengah pada umumnya dan Mesir pada khususnya.
Berawal dari Mansur Abu Makarim, seorang informan Indonesia yang bekerja di Kedutaan Belanda di Kairo, Mesir yang membaca di Majalah Vrij Netherland yang memberitakan bahwa Negara Indonesia sudah memproklamirkan kemerdekaannya, kemudian memberitahukannya kepada koran-koran dan radio di Mesir.
Rakyat Mesir dan anggota-anggota organisasi Islam menyambut gembira. Koran-koran dan radio Mesir mengatakan bahwa ini adalah awal kebangkitan di dunia Islam. Juga dinyatakan ini adalah awal dari kemerdekaan negara-negara di dunia Islam untuk terbebas dari belenggu penjajahan negara-negara Barat.
Pada 16 Oktober 1945 sejumlah ulama di Mesir dan Dunia Arab dengan inisiatif sendiri membentuk ‘Lajnatud Difa’i’an Indonesia’ (Panitia Pembela Indonesia). Ikhwanul Muslimin yang berpusat di Mesir dan dipimpin oleh Hasan Al Banna saat itu menjadi unsur utama gerakan ini.
Sejak itu Ikhwanul Muslimin sering mengadakan demo besar-besaran mendesak pemerintah Mesir untuk mengakui kemerdekaan Indonesia. Para kelasi kapal yang bekerja di kapal-kapal Inggris banyak yang melakukan pemogokan bahkan berhenti bekerja dan mengajukan tuntutan kepada pemerintah Inggris supaya berhenti membantu Belanda.
Bahkan ada mahasiswa Indonesia yaitu Mohammad Zein Hassan yang bekerja di kapal Inggris di Tunisia, berhenti bekerja di kapal Inggris itu dan berjalan kaki dari Tunisia ke Mesir.
Ketika ditanya kenapa ia berjalan kaki sejauh itu, Zein Hassan menjawab, “Seluruh perusahaan transportasi dari Tunisia ke Mesir adalah milik Inggris dan ulama-ulama di Mesir mengharamkan bekerjasama dengan Inggris yang membantu Belanda menghalang-halangi kemerdekaan Indonesia!”
Saat itu Ikhwanul Muslimin juga membuka ruang seluas-luasnya bagi mahasiswa-mahasiswa Indonesia di Mesir untuk menulis tentang kemerdekaan Indonesia di koran-koran dan majalah milik Ikhwan.
Ketika terjadi pertempuran Surabaya 10 November 1945 dan banyak koran Indonesia memberitakan, Ikhwanul Muslimin dan gerakan Islam lainnya mengadakan shalat ghaib berjamaah di banyak tempat di Mesir.
Atas desakan ikhwanul Muslimin dan gerakan Islam lainnya akhirnya Negara Mesir di bawah pimpinan Raja Farouk ketika itu mengakui kemerdekaan Indonesia pada 22 Maret 1946. Setelah itu pemerintah Mesir mengirimkan utusan khususnya yang membawa surat pengakuan itu untuk menemui Presiden Soekarno di ibukota RI, Yogyakarta.
Ini adalah perjuangan berat karena saat itu Indonesia diblokade Belanda.
Ketika Belanda melakukan agresi militer pertama pada 1947, para buruh anggota Ikhwanul Muslimin sering mencegat kapal-kapal Belanda di Terusan Suez yang saat itu dinyatakan milik internasional.
Ketika kapal Belanda Volendam mendarat di Port Said, beberapa motor boat yang dikendarai buruh pelabuhan dan anggota-anggota Ikhwanul Muslimin, mengelilingi kapal itu dan mencegah kapal-kapal lain mendekat dan menyuplai air minum untuk kapal Belanda tersebut.
Pemerintah Mesir juga menyalurkan bantuan lunak berupa uang kepada pemerintahan Indonesia yang kas-nya masih kosong. Sungguh sebuah bantuan yang sangat berarti. Hal ini kemudian diikuti oleh negara-negara Timur Tengah lainnya.
Jadi Peran Mesir yang dipelopori oleh Ikhwanul Muslimin sangatlah besar dan berarti buat Indonesia. Maka, sangatlah wajar kalau pemerintah dan rakyat Indonesia saat ini membantu Mesir dan Palestina dalam menyelesaikan masalah mereka karena hubungan historis yang sangat kuat.”
Palestina, Mesir dan Ikhwanul Muslimin serta
negara-negara Arab (Timur Tengah) memiliki andil besar dalam memperjuangkan
kemerdekaan Indonesia dikancah dunia. Dimana saat itu negara-negara blok barat
dan blok timur tidak ada yang peduli dengan perjuangan bangsa ini.
Bahkan kemudian mereka sampai membentuk Lajnatud Difa’i ’an Indonesia (Panitia Komite Pembela Indonesia)
dalam pertemuan konferensi Arab-Islam yang dipelopori oleh Ikhwanul Muslimin. Pada pertemua itu hadir Abdulrrahman
Azzam Pasya, Sekjen Liga Arab Dr. Salahuddin Pasya, DR. Abdulwahab Azzam Pasya,
Dekan pada Universitas Fouad I, (alm) Dr. Mahmud Azmi, anggota Parlemen, Ahmad
Husein S.H. Ketua Partai Mesir Muda, Prof. Dr. Taufik Syawi dari Ikhwanul
Muslimin, Abdulkadir Beg dari perhimpunan pemuda Islam, M. Mahmud Jalal, anggota
parlemen dari partai Hizbul Watani, Muhammad Ali Taher, Ketua Panitia
Palestina, (Presiden) Habib Bourguiba dari Tunisia, dll. Panitia Komite Pembela
Indonesia itu diketuai oleh Jenderal Saleh Harb Pasya.
Lantas sekarang apa yang bangsa Indonesia
lakukan terhadap jasa bangsa-bangsa tersebut?
1. Banyak orang Indonesia yang tidak peduli
dengan perjuangan Palestina yang sekarang masih berada dalam penjajahan. Bagai
kacang lupa akan kulitnya. Bahkan ada yang mencibir ketika sebagian orang yang peduli kepada Palestina memberikan donasi atau mengirim relawan kesana. Saya hanya ingin katakan "rasa kemanusiaan anda terlalu sempit, dan anda terlalu kerdil untuk menjadi bagian dari bangsa yang merdeka !"
2. Gerakan anti Arab, akhir-akhir ini banya
sekali orang yang mengajak untuk anti terhadap hal-hal yang berbau Arab. Namun
mereka tidak anti terhadap hal-hal yang berbau liberal, barat, komunis, Jepang, dll.
Padahal Arab memiliki andil dalam bangkitnya bangsa ini dari penjajahan,
sedangkan yang mereka puja-puja apa andilnya? Barat, adalah sekutu penjajah,
Jepang pernah menjajah, komunis adalah musuh dalam selimut yang berusaha
menelikung bangsa ini disaat awal-awal berdiri dan bahkan sampai sekarang mereka masih melakukannya.
3. Indonesia mengekor Amerika Serikat untuk
memasukan Ikhwanul Muslimin dalam organisasi terorisme. Padahal kita lihat
sendiri, Erdogan yang merupakan kader Ikhwanul Muslimin pun diserang oleh
teroris. Lantas siapa teroris sebenarnya? Dan kita sudah melihat betapa Erdogan
berhasil membawa Turki menjadi negara yang diperhitungkan dan maju karena kemandiriannya dalam memimpin Turki.
Pernahkah ini semua disampaikan di sekolah? Mulai dari pelajarannya bernama PSPB sampai IPS Sejarah atau apapun namanya, fakta ini selalu berusaha ditutupi, hanya cerita tentang bambu runcingnya saja yang selalu digaung-gaungkan sebagai dongeng pengantar tidur anak-anak kita. Masih pantaskah Indonesia disebut bangsa yang
berbudi?
Dalam posting kali ini saya juga akan berbagi sebuah buku yang menurut saya sangat fenomenal. Buku ini kalau boleh saya katakan adalah sebuah missing link dari perjalanan sejarah kemerdekaan bangsa Indonesia. Buku ini ditulis oleh seorang pelaku sejarah M. Zein Hassan, Lc. Lt. dan kata sambutan dari para tokoh Indonesia yaitu Mohammad Hatta, Muhammad Natsir, Adam Malik dan A. H. Nasution.
Buku ini sangat menarik untuk dibaca khususnya bagi para penggemar sejarah. Saya membagikan buku ini tidak ada tujuan komersial sedikitpun, karena saya mendapatkan buku ini dari internet secara cuma-cuma, namun saya lupa link asalnya (bisa di search di google). Mari kita doakan untuk penulis agar buku ini menjadi amal jariyah baginya. Yang ingin download, silahkan klik disini.
Komentar
Posting Komentar
Jika berkenan, kamu bisa memberikan komentar disini, dan jika kamu punya blog, saya akan kunjung balik. (Isi komentar diluar tanggung jawab kami).