Siapa sih yang tidak suka dengan keadaan damai? Hidup rukun, saling bantu dan saling toleran. Saling menjaga perasaan dan saling menghormati keyakinan. Saling membatasi diri dari mencampuri urusan yang bukan menjadi urusan kita, apalagi kalau kita tidak banyak mengerti dalam urusan itu. Agama atau kepercayaan itu adalah suatu hal yang sangat sensitif. Beruntunglah diawal-awal kemerdekaannnya bangsa ini berhasil menyepakati sebuah perjanjian bersama diantara para pemeluk agama, suku-suku bangsa dan berbagai aliran politik lainnya.
Bangsa ini telah sepakat meletakan Pancasila sebagai pemersatu, sebagai rambu-rambu, sebagai konsensus bersama bangsa Indonesia. Dan yang paling mengerti hal seperti ini adalah orang Indonesia asli, bukan orang keturunan yang tidak paham dengan falsafah bangsa ini.
Bangsa ini memiliki semboyan yang orisinil yaitu Bhineka Tunggal Ika, artinya Berbeda-beda Tetapi Tetap Satu. Diawali kata "Bhineka" yang artinya berbeda, beragam, plural, bangsa Indonesia asli selalu mengakui bahwa mereka berbeda dan Indonesia berdiri diatas perbedaan. Sekali lagi hanya orang Indonesia asli yang tahu semboyan ini. Orang Indonesia menyadari bahwa Islam dan Kristen itu berbeda, Jawa dan Batak itu berbeda, Hindu dan Budha juga berbeda dan itu seharusnya tetap kita junjung tinggi.
Namun dijaman sekarang ini ada kelompok minoritas yang mengkampanyekan tentang pluralisme, mengakui perbedaan tapi berusaha menyatukannya. Ini yang menyebabkan terus menerus terjadinya gesekan antara orang Indonesia. Pluralitas memanglah suatu keniscayaan, dalam Islam pun pluralitas dijelaskan dalam ayat Al Quran berikut:
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit dan bumi dan berlain-lainan bahasamu dan warna kulitmu. Sesungguhnya pada yang demikan itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang mengetahui. (QS. Ar Rum : 22)
Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (QS. Al Hujurat : 13)
Namun pluralisme khususnya dalam hal beragama dan kepercayaan adalah sesuatu yang harus dihindari.
Pandangan Islam tentang pluralisme
Pada tanggal 28 Juli 2005, MUI menerbitkan fatwa yang melarang pluralisme. Dalam fatwa tersebut, pluralisme agama,sebagai obyek persoalan yang ditanggapi, didefinisikan sebagai:
"Suatu paham yang mengajarkan bahwa semua agama adalah sama dan karenanya kebenaran setiap agama adalah relatif; oleh sebab itu, setiap pemeluk agama tidak boleh mengklaim bahwa hanya agamanya saja yang benar sedangkan agama yang lain salah. Pluralisme juga mengajarkan bahwa semua pemeluk agama akan masuk dan hidup dan berdampingan di surga".
Dengan demikian, MUI menyatakan bahwa Pluralisme dalam konteks yang tertera tersebut bertentangan dengan ajaran Agama Islam.
Dengan adanya definisi pluralisme yang berbeda tersebut, timbul polemik panjang mengenai pluralisme di Indonesia. (sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Pluralisme)
Pandangan Kristen tentang pluralisme
Paulus II, tahun 2000, mengeluarkan Dekret Dominus Jesus Penjelasan ini, selain menolak paham Pluralisme Agama, juga menegaskan kembali bahwa Yesus Kristus adalah satu-satunya pengantara keselamatan Ilahi dan tidak ada orang yang bisa ke Bapa selain melalui Yesus.
Pluralisme Agama berkembang pesat dalam masyarakat Kristen-barat disebabkan setidaknya oleh tiga hal: yaitu
1. Trauma sejarah kekuasaan Gereja di Abad Pertengahan dan konflik Katolik-Protestan,
2. Problema teologis Kristen,
3. Problema Teks Alkitab.
Dalam tradisi Kristen, dikenal ada tiga cara pendekatan atau cara pandang teologis terhadap agama lain.
a. eksklusivisme, yang memandang hanya orang-orang yang mendengar dan menerima Alkitab yang akan diselamatkan. Di luar itu, ia tidak selamat.
b. inklusivisme, yang berpandangan, meskipun Kristen merupakan agama yang benar, tetapi keselamatan juga mungkin terdapat pada agama lain.
c. pluralisme, yang memandang semua agama adalah jalan yang sama-sama sah menuju inti dari realitas agama. Dalam pandangan Pluralisme Agama, tidak ada agama yang dipandang lebih superior dari agama lainnya. Semuanya dianggap sebagai jalan yang sama-sama sah menuju Tuhan. (sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Pluralisme)
Pandangan Hindu tentang pluralisme
Setiap kali orang Hindu mendukung Universalisme Radikal,
dan secara bombastik memproklamasikan bahwa “semua agama adalah sama”,
dia melakukan itu atas kerugian besar dari agama Hindu yang dia katakan dia cintai.
(Dr. Frank Gaetano Morales, cendekiawan Hindu).
(sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Pluralisme)
Pandangan Budha tentang pluralisme
Dengan mencontoh pandangan Sang Buddha tentang toleransi beragama, Raja Asoka membuat dekret di batu cadas gunung ( hingga kini masih dapat di baca ) yang berbunyi : “… janganlah kita menghormat agama kita sendiri dengan mencela agama orang lain. Sebaliknya agama orang lain hendaknya dihormat atas dasar tertentu. Dengan berbuat begini kita membantu agama kita sendiri untuk berkembang disamping menguntungkan pula agama lain. Dengan berbuat sebaliknya kita akan merugikan agama kita sendiri di samping merugikan agama orang lain. Oleh karena itu, barang siapa menghormat agamanya sendiri dengan mencela agama lain – semata – mata karena dorongan rasa bakti kepada agamanya dengan berpikir ‘ bagaimana aku dapat memuliakan agamaku sendiri ‘ maka dengan berbuat demikian ia malah amat merugikan agamanya sendiri. Oleh karena itu toleransi dan kerukunan beragamalah yang dianjurkan dengan pengertian, bahwa semua orang selain mendengarkan ajaran agamanya sendiri juga bersedia untuk mendengarkan ajaran agama yang dianut orang lain… “
(sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Pluralisme)
Dalam Quran pun ada sebuah surat yang mengajarkan kepada ummat Islam untuk bersikap toleran terhadap agama dan kepercayaan lain namun tidak mencampur adukan agama seperti yang dilakukan kaum pluralisme, yaitu dalam Qs. Al Kafiirun
Dengan nama Allah, Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang.
1. Katakanlah: "Wahai golongan kafir,
2. aku tidak menyembah yang kalian sembah,
3. dan kalian tidak akan menyembah yang kusembah,
4. dan aku tak akan menyembah yang selama ini kalian sembah,
5. dan kalian tidak akan menyembah yang kusembah;
6. Diri kalian, agama kalian; sedangkan diriku, agamaku."
Surat ini turun pada saat penyebaran Islam di Mekkah, dimana kaum Quraisy ternyata telah memiliki paham pluralisme, mengajukan "proposal" kompromi kepada Nabi Muhammad SAW dimana mereka menawarkan: Jika Rasulullah SAW mau memuja Tuhan mereka, maka mereka juga mau memuja Tuhan sebagaimana yang Rasulullah SAW dan ummat Islam sembah. Ternyata pluralisme itu adalah paham "jadul" yang coba dihembuskan kembali oleh segelintir orang saat ini.
Paham pluralisme ini sangat bertentangan dengan paham kebhinekaan yang selama ini bangsa Indonesia pahami. Kebhinekaan adalah pluralitas, bukan pluralisme. Bangsa Indonesia menyadari bahwa mereka berbeda, namun mereka telah bersepakat untuk bersama dalam kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam kesepakatan itu setiap komponen bangsa harus menghormati segala perbedaan dan semuanya diatur dalam undang-undang.
Jaman Rasulullah SAW pun demikian, ummat Islam dibawah kepemimpinan Rasulullah membuat perjanjian yang sama-sama menguntungkan dan saling melindungi serta menjaga kepada orang-orang non Islam yaitu dari kalangan Yahudi. Rasulullah membebaskan mereka beribadah, saling bantu dikala perang, saling menjaga harta dan kehormatan selama mereka tidak melanggar perjanjian, meskipun sebagaimana kita ketahui dalam sejarah ummat Islam tidak pernah memulai untuk mengkhianati sebuah perjanjian meskipun perjanjian itu dibuat oleh orang non muslim sekalipun.
Contoh dalam demokrasi, ummat Islam menganggap demokrasi adalah sebuah perjanjian untuk menjaga dan mengulur perdamaian dengan ummat lainnya, karena perdamaian lebih utama bagi ummat Islam dibanding peperangan. Namun faktanya, ketika Hamas di Palestina mengikuti demokrasi kemudian menang pemilu, negara barat tidak mengakui eksistensi Hamas padahal mereka sendiri yang meminta Palestina menjalankan pemilu. Begitupun di Mesir, negara barat ikut andil dalam penggulingan Moersi presiden Mesir terpilih secara demokratis. Itu bukti bahwa negara barat memiliki standar ganda terhadap ummat Islam di dunia. Mereka yang mengajarkan demokrasi (kalau tidak mau dibilang memaksakan) namun mereka juga yang mengkhianatinya jika hasilnya tidak sesuai keinginan mereka. Tapi sekali lagi, ummat Islam tidak pernah memulai untuk mengkhianati perjanjian yang telah mereka sepakati.
Pluralitas memang harus kita jaga, namun pluralisme harus kita hindari karena sama saja ingin menyatukan air dengan minyak. Air dengan minyak dapat berdampingan dalam sebuah wadah, air berada di bawah dan minyak berada diatas, keduanya tidak saling mencampuri dengan batasan yang jelas. Begitupun bangsa Indonesia, seharusnya dapat seperti air dan minyak dalam sebuah wadah NKRI. Janganlah air melewati batas minyak, demikian juga sebaliknya.
Jika ini bisa dijalankan bersama, maka Indonesia bisa tetap damai. Namun jika ada oknum-oknum yang mengusik kebhinekaan ini, dengan memaksakan pluralisme, tidak menerima perbedaan, memasuki domain kepercayaan lain, maka akan menimbulkan amarah yang sulit untuk dipadamkan kecuali dengan penegakan hukum yang sudah disepakati bersama. Orang Indonesia sebenarnya lebih mengerti tentang Indonesia itu sendiri dibanding orang asing.
Semoga kedepan Indonesia bisa terus damai !
Komentar
Posting Komentar
Jika berkenan, kamu bisa memberikan komentar disini, dan jika kamu punya blog, saya akan kunjung balik. (Isi komentar diluar tanggung jawab kami).