Langsung ke konten utama

Memiliki "Perusahaan" Investasi

perusahaan
Ilustrasi: Indotrading.com
Siapa sih yang tidak ingin memiliki perusahaan? Setiap orang pasti ingin punya perusahaan biar tidak menjadi pegawai terus sampai tua. Tapi memang tidak semudah yang kita bayangkan untuk membangun sebuah usaha apalagi sampai menjadi sebuah perusahaan.

Karena belum memiliki perusahaan, saya jadi hobi berkhayal kalau saya memiliki perusahaan. Boleh dibilang ini adalah berkhayal yang membangun.

Tulisan ini masih berkaitan dengan tulisan saya sebelumnya yaitu Pilih Investasi Saham Bagi Yang Tidak Punya Banyak Uang. Nah dalam investasi saham ini saya mengumpamakan (berkhayal) kalau saya memiliki sebuah perusahaan investasi seperti om Waren Buffet atau Sandiaga Uno dengan Saratoga nya. Tapi ukuran "perusahaan" saya dari segi aset mungkin hanya seukuran kutu berbanding dengan Brontosaurus. Mudah-mudahan dengan menganalogikan investasi saham ini dengan seolah memiliki perusahaan yang bergerak dibidang investasi, maka saya menjadi lebih semangat dan harus memiliki target-target dalam mengembangkan aset saya.


saham
Ilustrasi: bisniskeuangan.kompas.com
Awal investasi, hari pertama 23 Agustus 2017 memulai bisnis saham ini, langsung kena loss (rugi) -0,96%, Sampai kemudian di hari ke-10 kembali menjadi positif 0,25% sampai hari ke 29 sudah untung 6,03%. Semudah inikah berbisnis saham? Coba bayangkan, kalau naruh uang di bank apakah bisa memberikan return diatas 6% dalam waktu hanya kurang lebih satu bulan? Tentu tidak. Tapi bukan berarti berbisnis saham tidak memiliki resiko lho, baca terus sampai habis.

Aset saya yang telah tumbuh sekitar 6% tadi kemudian perlahan menurun dan berfluktuasi. Kerugian mulai terjadi lagi pada hari ke-50, mulai menyentuh -0,48% dan kemudian pada hari ke-64 saya mengalami kerugian terbesar saya, yaitu -5,71%. Penyebabnya adalah rontoknya saham AISA, induk dari perusahaan beras Maknyus yang terkena masalah.

Saya akui, disini saya mendapatkan pelajaran, bahwa disiplin cut loss sangatlah penting. Ketika kerugian sudah semakin membesar, seharusnya segera cut loss / stop loss (memotong atau menghentikan kerugian agar tidak merugi jauh lebih besar). Kerugian yang saya investasikan pada saham AISA dengan jumlah yang cukup besar dari rasio modal saya membuat saya merugi banyak.

Sampai saat ini, saya terus berusaha mengembalikan  kerugian tersebut dengan lebih banyak belajar analisis baik fundamental maupun teknikal dan saat saya menulis blog ini, posisi kerugian sudah berada pada -1,10%.

grafik
Fluktuasi Untung-Rugi (dalam %)

Ya memang benar, bermain saham tidak semudah yang dibayangkan. Banyak master-master saham yang mengajarkan dalam berbagai macam blog yang saya baca bahwa seorang yang ingin berbisnis saham harus terus dan terus belajar. Dan untuk tahun pertama berbisnis saham jangan terlalu berharap untung besar, tapi berlatihnya menyelamatkan modal, berlatihlah keluar dari pasar dalam keadaan baik. Jangan serakah dan jangan emosi, karena itu godaan paling berbahaya bagi seorang yang berbisnis saham.

Setelah kerugian ini, saya kemudian membuat aturan-aturan dalam bisnis investasi saham saya. Diantaranya, batasan untuk cut loss pada saham yang merugi yang saya pasang pada 1,5% dari total modal saya. Artinya jika ada salah satu saham yang merugi setara dengan 1,5% modal segera saya cut loss.

Manajemen keuangan pun diperbaiki. Harus selalu tersedia dana cash sebesar 20% dalam Rekening Dana Investor (RDI) dan hanya membolehkan membeli saham maksmal 80% dari modal.

Mengurangi jumlah kepemilikan saham, dahulu saya pernah sampai memiliki 10 macam saham bersamaan, diantaranya KLBF (saham pertama saya), ACES, ULTJ, MYOR, CPIN, JPFA, POWR, WTON, PWON, ICBP, INDF, KAEF, WIKA, ISAT, TLKM, EXCL, ANTM, SIDO, CLEO, AISA dan TINS, tercatat pernah ada dalam portofolio saya. Saya pikir keren punya koleksi banyak saham, ternyata pusing ! Jangan deh ! Kecuali kita tim manajemen invetasi reksadana saham yang bekerja bersamaan. Kalau kita hanya sendiri, dijamin bisa merah semua tuh saham.

Dan sekarang, saat saya menulis ini, saya hanya punya 2 saham yaitu ICBP dan TLKM saja. Baru kemarin saya "cuci gudang" dengan merealisasikan keuntungan (cuan) dan menyisakan hanya satu saham saja yaitu TLKM, baru tadi saya menambahkan ICBP kedalam portofolio saya.

Kemudian, saya mulai mengurangi membeli saham murah yang berharga dibawah Rp. 1.000, kecuali SIDO saya masih mempavoritkan perusahaan Jamu Tradisional Modern ini (Sido Muncul) asal harganya dibawah Rp. 500. Rentang harga saham kesukaan saya dari Rp. 1.000 sampai Rp. 10.000 per lembar.

Karena saat ini saya masih terus berusaha mengembalikan modal saya yang masih merugi -1,10%, maka strategi yang saya pakai saat ini adalah jika saham yang saya miliki setidaknya sudah naik diatas 3%, langsung saya pertimbangkan untuk jual dan tidak ada rasa sayang-sayang lagi. Biasanya kalau kita punya saham bagus kan sayang untuk dijual, bisa dipamerin ke teman-teman kalau saya lho pemilik Telkom, saya lho pemilik Indofood, walaupun cuma pemilik minoritas. Kalau dibandingkan dengan aset perusahaan tersebut, mungkin saham yang saya miliki hanya seharga beberapa buah baut di pabrik atau gedung kantornya. Hehe

Ilustrasi: alexshye.com

Sekarang saya punya "perusahaan" investasi sendiri, sebagai komisaris utama dan sebagai direktur juga, yang merangkap karyawan, OB, tukang sapu dan satpam, tentunya saya lebih memilih mendahulukan keuntungan "perusahaan" investasi saya ini. Ibarat saya CEO, saya harus bisa menanggulangi defisit -1,10% sampai semester satu tahun 2018, itu tugas yang diberikan kepada saya. Jika gagal, saya akan pecat CEO itu dan menggantinya dengan CEO baru, dan itu saya juga, hehe

Baca Juga

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pengalaman Nonton Ayat-ayat Cinta

Coz webnya kakbayu nggak bisa dibuka ya udah jadinya saya krm in email aja, saya mo cerita nich... Hari jumat yang lalu saya nonton ayat2 cinta bareng ama temen, dan Subhanalloh, mata saya bengkak gedhe banget sekeluarnya dari bioskop, dan bengkak itu 2 hari baru bisa kempes, he he he he he. Sebenarnya saya nangis bukan karena jalan ceritanya, bukan karena Fahri yang begitu sempurna seperti halnya Aisha baik agama maupun hati dan akhlaknya, bukan juga karena nasib Maria yang begitu malang. Tapi ada dua adegan yang sampai sekarang kalo diinget saya masih tetep nangis.

Begini cara hitung skor PPDB Zonasi Sekolah Dasar Negeri Kota Depok Tahun 2024

Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Kota Depok tahun ini rupanya berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Dimana pada tahun 2024 ini PPDB dilaksanakan secara terintegrasi dari TK Negeri, SD Negeri dan SMP Negeri. Tahun ini pun persyaratan Kartu Keluarga (KK) Kota Depok yang terbitnya setidaknya sudah 1 (satu) tahun pun menjadi persyaratan mutlak. Tujuannya tentu saja menyaring agar calon peserta didik yang mendaftar di sekolah negeri dibawah Dinas Pendidikan Kota Depok adalah benar-benar warga Depok, yang telah memiliki KK dan tinggal di Depok setidaknya 1 (satu) tahun. Jika tidak, maka tombol opsi untuk melakukan pendaftaran tidak dapat di tekan. Tujuannya memang positif, dimana Dinas Pendidikan Kota Depok memberikan prioritas kepada warga Depok untuk dapat bersekolah di kotanya sendiri dan sekolah yang dekat dari tempat tinggalnya sesuai KK. Namun dampaknya untuk Sekolah Dasar Negeri banyak calon peserta didik yang berusia 7 (tujuh) tahun keatas tidak dapat masuk sekolah dikarenakan K...

Guru Malas Menulis, Murid Malas Membaca: Tantangan dan Solusi Pendidikan

Dalam era digital yang serba cepat ini, dunia pendidikan menghadapi tantangan baru yang tak terelakkan: penurunan minat guru dalam menulis dan menurunnya minat siswa dalam membaca. Fenomena ini dapat berdampak negatif pada kualitas pendidikan dan perkembangan intelektual siswa. Artikel ini akan mengupas penyebab, dampak, dan solusi dari masalah ini. Penyebab Guru Malas Menulis 1. Beban Kerja yang Tinggi: Guru sering kali menghadapi beban kerja yang tinggi, mulai dari mengajar, menyiapkan materi, hingga mengurus administrasi. Hal ini menyisakan sedikit waktu dan energi untuk menulis. 2. Kurangnya Motivasi: Beberapa guru mungkin merasa tidak ada insentif atau penghargaan yang cukup untuk menulis, baik dalam bentuk artikel ilmiah, buku, atau bahkan materi pembelajaran yang inovatif. 3. Teknologi dan Sumber Daya: Keterbatasan akses ke teknologi dan sumber daya yang diperlukan untuk menulis, seperti komputer dan akses internet yang stabil, juga bisa menjadi kendala.