Bulan maret adalah bulan yang penuh dengan nuansa merah, dimana IHSG terus meroket tapi arah roketnya tidak keatas, melainkan kebawah. Aksi jual asing pada saham-saham blue chip begitu derasnya, apalagi dibumbui dengan berita perang dagang antara AS dan Cina dan memerahnya bursa-bursa saham dunia serta sentimen terhadap suku bunga The Fed dan wara-wiri berita lainnya yang sebenarnya saya juga kagak ngerti-ngerti banget pengaruhnya secara langsung terhadap bursa saham Indonesia, kok bisa ... He..he..
Yang pasti portofolio saya semakin dalam meruginya, saat ini posisi modal dengan aset saya loss -12,11% sudah tembus dari 10% dan saya sendiri sudah banyak membuang saham-saham dan hanya menyisakan 3 buah saham saja yaitu INDF, TLKM dan GIAA dengan posisi harga sebagai berikut:
Semuanya dalam kondisi "tertidur nyenyak" dan sepertinya saya akan hold terus dalam jangka panjang, mengingat saham-saham itu (TLKM dan INDF) adalah saham yang fundamentalnya bagus dalam jangka panjang masih diyakini akan naik lagi dan sambil nunggu deviden juga.
Lalu mengapa saya masih menyimpan saham GIAA? Padahal saat ini Garuda Indonesia dalam keadaan merugi? Pertama, sebagai bentuk nasionalisme saya sebagai bangsa Indonesia yang bangga dengan maskapai milik bangsa sendiri. Cikal bakal Garuda adalah hasil pengorbanan saudara-saudara kita di Aceh yang merelakan hartanya untuk membelikan bangsa ini sebuah pesawat Dakota C47. Pesawat ini selain membantu perjuangan juga kemudian menjadi sumber penghasilan bagi negara dan akhirnya bisa membeli 2 buah pesawat lagi.
Bung Karno kala itu berpidato: “Negara kita dalam keadaan gawat, pihak Belanda terus mendirikan negara-negara bonekanya di pulau Jawa dan Sumatera. Ruang gerak kita dipersempit dan sekarang hanya daerah Aceh satu-satunya wilayah Rl masih utuh yang tidak diduduki militer Belanda. Aceh menjadi penting sebagai alternatif satu-satunya yang menentukan kedudukan dan cita-cita bangsa lndonesia. Karena itulah saya namakan Aceh sebagai Daerah Modal, modal untuk melanjutkan perjuangan dan cita-cita kemerdekaan yang diproklamasikan tanggal 17 Agustus 1945.”
Kedua, saya yakin suatu saat jika Garuda menemukan orang yang tepat untuk mengelolanya dan pemerintahan yang mampu bekerja baik, Garuda akan kembali terbang tinggi dan menjadi maskapai yang memberikan keuntungan bagi bangsa Indonesia dan tentu bagi pemegang sahamnya he...he...
Komposisi porofolio saya saat ini seperti pada grafik berikut:
Karena pasar masih kurang kondusif, lebih baik pegang uang tunai saja, lebih menentramkan. Kemudian kedepannya saya juga akan mengurangi frekuensi transaksi dan sambil terus belajar mengasah pengetahuan, keterampilan dan wawasan dalam dunia pasar modal ini.
Apakah saya kapok sudah merugi kehilangan 12% lebih dari modal? Tentu tidak, setiap usaha harus ada kehilangan modal sampai kemudian mencapai BEP, setelah itu barulah mulai memberikan laba.
Misal kita ingin membuat usaha sabun herbal zaitun dengan modal 10 juta. Maka kita harus invest untuk membeli bahan baku, mesin pembuat sabun, dan kemasan. Maka saat itu modal kita loss 10 juta menjadi bentuk aset yang nilainya akan terus menurun. Kemudia kita memulai produksi, lalu menjual sabun herbal zaitun tersebut, perlahan namun pasti ada keuntungan yang masuk sampai akhirnya kita sampai pada titik impas (BEP), setelah itu barulah kita meraih laba (profit) dan aset kita terus berkembang. Semua bisnis alurnya seperti itu, investasi > loss > BEP > Profit.
Nah dalam saham pun demikian, utamanya kita invest pengalaman dan pengetahuan, jadi anggap saja loss kita adalah untuk biaya itu, untuk mencari pengalaman, dan pengalaman adalah guru yang paling baik dalam kehidupan. Terimakasih :)
Komentar
Posting Komentar
Jika berkenan, kamu bisa memberikan komentar disini, dan jika kamu punya blog, saya akan kunjung balik. (Isi komentar diluar tanggung jawab kami).