Langsung ke konten utama

Tanaman Hias Booming: Dari Hobi, Rekreasi, Ke Investasi

Janda Bolong
Janda Bolong
(Sumber: Lazada)
Sedang viral tanaman hias Janda Bolong yang harganya kadang bikin geleng-geleng kepala. Bagaimana tidak bikin geleng-geleng kepala, jandanya aja, dan udah bolong pula harganya selangit, apalagi perawan rapet nya? Hehe #JustKidding 😂

Ada yang bilang, hobi tanaman hias bisa dijadikan investasi. Karena tadi ada yang cerita di televisi nasional bahwa dia membeli tanaman hias seharga 150 ribu rupiah pada tahun 2017. Sekarang di tahun 2020 harganya konon sudah mencapai 1,5 juta alias cuan 10 kali lipat. Apa iya bisa disebut investasi? Ya mungkin tergantung kondisi dan keadaannya. Namun bagi saya pribadi jikapun ingin disebut investasi, lebih ke investasi yang sangat beresiko. Karena apa? Karena kita tidak bisa menganalisis pergerakan harga tanaman hias secara teknikal. Secara fundamental pun tidak bisa kita ukur. Semua subjektif atas penilaian dari penjual dan pembeli itu sendiri. 

Namun kalau dilihat dari sisi lain, hobi tanaman hias ini sebenarnya bukanlah sekedar “investasi,” namun lebih kepada rekreasi. Mengapa demikian? Saat pendemi Covid19 sedang terjadi di Indonesia, banyak tempat wisata untuk berekreasi ditutup. Bahkan kegiatan masyarakat pun dibatasi. Tapi keinginan manusia untuk berekreasi tidak bisa dibatasi, sehingga manusia mencari cara untuk menciptakan rekreasinya sendiri dengan kondisi yang serba terbatas itu.

Aglonema Red Sumatera
(Sumber: Dok. Instagram @sekar_bunga_purworejo)
Ketika memelihara tanaman hias bisa menghadirkan kepuasan, membuat rileks saat melihat aneka warna dan bentuknya yang begitu beragam, kemudian keindahan dari tanaman hias itu sendiri yang membuat si penghobi seolah sedang menikmati rekreasi yang bisa mengembalikan mood-nya untuk kembali menggeluti rutinitas pekerjaan sehari-hari. Nah karena itulah mereka rela untuk membeli dengan harga yang sedemikian mahal. Namanya rekreasi kan butuh biaya. Kepuasan yang didapatkan tentu harus ditukar dengan sejumlah uang. Pemenuhan kepuasan ini yang kadang menjadi tidak rasional. Orang rela membayar jauh diatas harga intrinsik tanaman hias tersebut demi mendapatkan kepuasan. Selain kepuasan saat menikmati tanaman hias tersebut, juga kepuasan saat mendapat pujian dari orang-orang disekitar.

Jika trendnya sedang naik, sedang booming, maka si penghobi yang dari awal sudah mengkoleksi bisa saja mendapatkan keuntungan. Tanaman hiasnya dicari oleh orang-orang lain yang sedang mencari kepuasan rekreasi dan rela membayar dengan harga yang bikin geleng-geleng kepala. Sampai kapan trend ini akan terus berlangsung? Sampai banyak orang menjadi puas dan tidak mencari-cari lagi kepuasan dari tanaman hias tersebut.

Lalu apakah akan ada yang merasa rugi sudah beli mahal-mahal tapi ketika mau dijual tidak laku alias tidak ada yang membeli, kalaupun ada yang membeli harganya sudah tidak setinggi disaat-saat trend naik tadi? Dalam hal ini seharusnya tidak ada yang merasa rugi, karena kan anggap saja semuanya biaya rekreasi, membeli sebuah kepuasan. Kalau ada yang masih merasa rugi, berarti orang tersebut cuma ikut-ikutan saja alias tidak mengerti apa-apa. Bagi penghobi, akan tetap terus memelihara dan bahkan terus memperdalam pengetahuan untuk mengembang biakan tanaman hiasnya. Karena yang dicari adalah kepuasan bathin, ya menjalaninya enjoy-enjoy saja sambil menunggu saat-saat yang tepat dimana ketika tanaman hias kembali menjadi booming lalu dicari banyak orang lagi, dalam hal ini tentu tanaman hias si penghobi tersebut telah beranak pinak serta siap dijual untuk meraih cuan.

Baca Juga

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pengalaman Nonton Ayat-ayat Cinta

Coz webnya kakbayu nggak bisa dibuka ya udah jadinya saya krm in email aja, saya mo cerita nich... Hari jumat yang lalu saya nonton ayat2 cinta bareng ama temen, dan Subhanalloh, mata saya bengkak gedhe banget sekeluarnya dari bioskop, dan bengkak itu 2 hari baru bisa kempes, he he he he he. Sebenarnya saya nangis bukan karena jalan ceritanya, bukan karena Fahri yang begitu sempurna seperti halnya Aisha baik agama maupun hati dan akhlaknya, bukan juga karena nasib Maria yang begitu malang. Tapi ada dua adegan yang sampai sekarang kalo diinget saya masih tetep nangis.

Begini cara hitung skor PPDB Zonasi Sekolah Dasar Negeri Kota Depok Tahun 2024

Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Kota Depok tahun ini rupanya berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Dimana pada tahun 2024 ini PPDB dilaksanakan secara terintegrasi dari TK Negeri, SD Negeri dan SMP Negeri. Tahun ini pun persyaratan Kartu Keluarga (KK) Kota Depok yang terbitnya setidaknya sudah 1 (satu) tahun pun menjadi persyaratan mutlak. Tujuannya tentu saja menyaring agar calon peserta didik yang mendaftar di sekolah negeri dibawah Dinas Pendidikan Kota Depok adalah benar-benar warga Depok, yang telah memiliki KK dan tinggal di Depok setidaknya 1 (satu) tahun. Jika tidak, maka tombol opsi untuk melakukan pendaftaran tidak dapat di tekan. Tujuannya memang positif, dimana Dinas Pendidikan Kota Depok memberikan prioritas kepada warga Depok untuk dapat bersekolah di kotanya sendiri dan sekolah yang dekat dari tempat tinggalnya sesuai KK. Namun dampaknya untuk Sekolah Dasar Negeri banyak calon peserta didik yang berusia 7 (tujuh) tahun keatas tidak dapat masuk sekolah dikarenakan K...

Guru Malas Menulis, Murid Malas Membaca: Tantangan dan Solusi Pendidikan

Dalam era digital yang serba cepat ini, dunia pendidikan menghadapi tantangan baru yang tak terelakkan: penurunan minat guru dalam menulis dan menurunnya minat siswa dalam membaca. Fenomena ini dapat berdampak negatif pada kualitas pendidikan dan perkembangan intelektual siswa. Artikel ini akan mengupas penyebab, dampak, dan solusi dari masalah ini. Penyebab Guru Malas Menulis 1. Beban Kerja yang Tinggi: Guru sering kali menghadapi beban kerja yang tinggi, mulai dari mengajar, menyiapkan materi, hingga mengurus administrasi. Hal ini menyisakan sedikit waktu dan energi untuk menulis. 2. Kurangnya Motivasi: Beberapa guru mungkin merasa tidak ada insentif atau penghargaan yang cukup untuk menulis, baik dalam bentuk artikel ilmiah, buku, atau bahkan materi pembelajaran yang inovatif. 3. Teknologi dan Sumber Daya: Keterbatasan akses ke teknologi dan sumber daya yang diperlukan untuk menulis, seperti komputer dan akses internet yang stabil, juga bisa menjadi kendala.