Langsung ke konten utama

Kota Depok Sejahterakan Tenaga Honornya

Gambar : kompas.com
Saat ini saya bekerja di sebuah Sekolah Dasar Negeri dibawah Dinas Pendidikan Kota Depok sebagai Tenaga Administrasi Sekolah (TAS) non PNS. Saya bekerja sudah lebih dari 16 tahun tanpa terputus dan telah mengalami 5 kali pergantian Kepala Sekolah. Pekerjaan saya lebih tepatnya sebagai Operator Sekolah, meskipun waktu pertama kali diangkat sebagai guru bidang studi Teknologi Informasi dan Komunikasi yang sekarang sudah tidak diajarkan lagi di sekolah.

Beberapa hari yang lalu, ada pertemuan antara Tenaga Pendidik dan Kependidikan (TPK) non PNS Kota Depok dengan Dinas Pendidikan Kota Depok yang diwakili oleh Bpk. Wawang dan Bpk. Bahrun, dimana dalam pertemuan tersebut Dinas Pendidikan Kota Depok mensosialisasikan tentang program kesejahteraan untuk para TPK non PNS di lingkungan kerjanya. Dalam hal ini diantaranya adalah penyesuaian honor, yang mana dalam beberapa tahun terakhir, honor TPK non PNS telah langsung dibayarkan oleh Dinas Pendidikan Kota Depok ke rekening masing-masing TPK dengan menggunakan dana APBD. Besar honornya pun lebih manusiawi. Mengapa saya katakan demikian? Karena kita sering mendengar TPK honorer di daerah lain yang kesejahterannya jauh dari kata manusiawi. Misalnya saja, masih ada TPK honorer yang dibayar dengan hanya berapa ratus ribu dan  membayarnya pun di saat dana Bantuan Operasional Sekolan (BOS) sudah cair, alias tiap 4 bulan sekali. Padahal TPK tersebut sudah bekerja belasan tahun dengan tingkat pendidikan sarjana pula.

Tidak demikian di Kota Depok, Pemerintah Daerah Kota Depok melalui Dinas Pendidikan-nya sangat memperhatikan kesejahteraan TPK non PNS alias tenaga honorernya, dimana masa kerja dan tingkat pendidikan menjadi acuan dalam memberikan kesejahteraan berupa honor kepada mereka. Contoh saja, untuk guru berpendidikan S1 dengan masa kerja 17-20 tahun diberikan honor melalui transfer rekening sebesar Rp. 3.250.000/bulan dan maksimal untuk guru bisa mencapai Rp. 4.250.000/bulan dengan masa kerja diatas 25 tahun.

Untuk Tenaga Kependidikan seperti halnya Tenaga Administrasi Sekolah, bisa mendapatkan honor dengan masa kerja terendah dan pendidikan SMA sebesar Rp. 1.000.000/bulan serta maksimal bisa mencapai Rp. 3.500.000/bulan tergantung tingkat pendidikan dan masa kerjanya. Pun untuk tenaga penjaga sekolah/tenaga kebersihan dengan masa kerja terendah bisa mendapatkan Rp. 750.000 dan maksimal Rp. 2.250.000 dengan masa kerja tertinggi.

Selain honor yang lebih manusiawi, TPK non PNS di Kota Depok pun mendapatkan perlindungan sosial tenaga kerja berupa BPJS Ketenagakerjaan dan juga BPJS Kesehatan, selain tentu yang utama adalah perlindungan dari Allah SWT. Aamiin.

Perlindungan dari BPJS Ketenagakerjaan meliputi perlindungan Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKM), Jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan Pensiun. Sedangkan untuk Jaminan Kesehatan, TPK non PNS dan keluarganya mendapatkan dari BPJS Kesehatan yang juga telah bekerjasama dengan Dinas Pendidikan Kota Depok.

Semua ini tidak terlepas dari janji Walikota Depok terpilih dua periode Bpk. Dr. H. Mohammad Idris, MA  untuk lebih memperhatikan kesejahteraan tenaga honor yang telah mengabdi di lingkungan Pemerintah Daerah Kota Depok. Tentu saja untuk mewujudkannya diperlukan kerjasama yang baik dari berbagai pihak, termasuk legislatif dan juga Dinas Pendidikan Kota Depok sebagai pelaksananya.

Mudah-mudahan dengan kebijakan ini, TPK non PNS jadi semakin rajin dan semangat dalam bekerja sehingga bisa memajukan dunia pendidikan khususnya di Kota Depok. Dan, sebagai salah satu TPK non PNS Kota Depok, saya mengucapkan banyak terimakasih atas perhatian Pemerintah Daerah Kota Depok kepada kami semua.

Baca Juga

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pengalaman Nonton Ayat-ayat Cinta

Coz webnya kakbayu nggak bisa dibuka ya udah jadinya saya krm in email aja, saya mo cerita nich... Hari jumat yang lalu saya nonton ayat2 cinta bareng ama temen, dan Subhanalloh, mata saya bengkak gedhe banget sekeluarnya dari bioskop, dan bengkak itu 2 hari baru bisa kempes, he he he he he. Sebenarnya saya nangis bukan karena jalan ceritanya, bukan karena Fahri yang begitu sempurna seperti halnya Aisha baik agama maupun hati dan akhlaknya, bukan juga karena nasib Maria yang begitu malang. Tapi ada dua adegan yang sampai sekarang kalo diinget saya masih tetep nangis.

Begini cara hitung skor PPDB Zonasi Sekolah Dasar Negeri Kota Depok Tahun 2024

Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Kota Depok tahun ini rupanya berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Dimana pada tahun 2024 ini PPDB dilaksanakan secara terintegrasi dari TK Negeri, SD Negeri dan SMP Negeri. Tahun ini pun persyaratan Kartu Keluarga (KK) Kota Depok yang terbitnya setidaknya sudah 1 (satu) tahun pun menjadi persyaratan mutlak. Tujuannya tentu saja menyaring agar calon peserta didik yang mendaftar di sekolah negeri dibawah Dinas Pendidikan Kota Depok adalah benar-benar warga Depok, yang telah memiliki KK dan tinggal di Depok setidaknya 1 (satu) tahun. Jika tidak, maka tombol opsi untuk melakukan pendaftaran tidak dapat di tekan. Tujuannya memang positif, dimana Dinas Pendidikan Kota Depok memberikan prioritas kepada warga Depok untuk dapat bersekolah di kotanya sendiri dan sekolah yang dekat dari tempat tinggalnya sesuai KK. Namun dampaknya untuk Sekolah Dasar Negeri banyak calon peserta didik yang berusia 7 (tujuh) tahun keatas tidak dapat masuk sekolah dikarenakan K...

Guru Malas Menulis, Murid Malas Membaca: Tantangan dan Solusi Pendidikan

Dalam era digital yang serba cepat ini, dunia pendidikan menghadapi tantangan baru yang tak terelakkan: penurunan minat guru dalam menulis dan menurunnya minat siswa dalam membaca. Fenomena ini dapat berdampak negatif pada kualitas pendidikan dan perkembangan intelektual siswa. Artikel ini akan mengupas penyebab, dampak, dan solusi dari masalah ini. Penyebab Guru Malas Menulis 1. Beban Kerja yang Tinggi: Guru sering kali menghadapi beban kerja yang tinggi, mulai dari mengajar, menyiapkan materi, hingga mengurus administrasi. Hal ini menyisakan sedikit waktu dan energi untuk menulis. 2. Kurangnya Motivasi: Beberapa guru mungkin merasa tidak ada insentif atau penghargaan yang cukup untuk menulis, baik dalam bentuk artikel ilmiah, buku, atau bahkan materi pembelajaran yang inovatif. 3. Teknologi dan Sumber Daya: Keterbatasan akses ke teknologi dan sumber daya yang diperlukan untuk menulis, seperti komputer dan akses internet yang stabil, juga bisa menjadi kendala.