Langsung ke konten utama

Kalau kamu gak masuk SMP Negeri, bukan berarti kamu tidak pintar, tapi lebih kepada rumah kamu yang jauh dari sekolah

Saat ini adalah saat dimana para orang tua yang mempunya anak usia sekolah sedang pusing-pusingnya. Karena saat ini adalah awal tahun ajaran baru. Tapi yang lebih pusing lagi yaitu orang tua yang mempuanyai anak yang saat ini akan melanjutkan ke sekolah jenjang selanjutnya. Baik itu masuk kelas 1 SD, kelas 7 maupun kelas 10. Karena disinilah para orang tua dibikin deg-degan dengan jurnal penerimaan peserta didik baru dimana anak mereka mendaftar.

Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) kali ini pun begitu unik. Karena di masa Covid 19, dimana para pelajar tidak menjalani pembelajaran tatap muka, dan diakhir masa study nya pun tidak ada Ujian Nasional yang menjadi momok tiap akhir tahun pelajaran. Biasanya hasil ujian nasional yang akan dijadikan modal untuk mendaftar ke jenjang yang lebih tinggi melalui jalur reguler (zonasi). Dimana hasil UN akan dikombinasikan dengan jarak rumah peserta didik ke sekolah pilihannya. Sistem zonasi ini memang diterapkan untuk menghilangkan istilah "Sekolah Pavorit." Dengan sistem zonasi, anak yang pintar dengan nilai yang tinggi dapat tidak diterima jika memilih sekolah yang dianggap pavorit selama ini tapi jauh dari tempat tinggalnya. 

Terlepas pro dan kontra sistem zonasi ini, memang tujuannya baik, tapi melihat tidak meratanya sekolah negeri, tentu ini merugikan anak-anak yang radius rumahnya jauh dari sekolah.

Nah yang lucu dalam PPDB tahun ini, dimana tidak ada lagi nilai UN karena memang kembali tidak diselenggarakan. Jadi anak-anak kita berjuang masuk SMP Negeri jalur reguler hanya mengandalkan radius tempat tinggalnya ke sekolah yang menjadi pilihan mereka. Tidak peduli anak itu cerdas, ketika posisi koordinat rumahnya jauh dari sekolah, tentu sulit bagi mereka untuk masuk SMP Negeri melalui jalur zonasi yang kuotanya paling banyak ini  (reguler).

Padahal kalau mau kreatif dikit, pihak panitia PPDB bisa menyelenggarakan ujian atau test sederhana untuk melihat kompetensi calon peserta didiknya. Misal, setelah mendaftar, maka mereka akan mendapatkan jadwal untuk mengerjakan soal melalui ponsel. Soal tersebut diberikan selama 15 menit, terdiri dari 3 mata pelajaran Matematika, Bahasa Indonesia dan IPA. Dalam 15 menit tersebut anak diberikan soal acak dan harus menjawab sebanyak-banyaknya. Dengan begini kan bisa ada pembeda selain dari zonasi yang memang tidak bisa dirubah lagi.

Masa iya orang tuanya harus pindah rumah setahun sebelum anaknya masuk ke sekolah pilihannya? Atau nanti jangan-jangan harga rumah di sekitar sekolah negeri bisa melonjak karena sistem zonasi ini 😂

Baca Juga

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pengalaman Nonton Ayat-ayat Cinta

Coz webnya kakbayu nggak bisa dibuka ya udah jadinya saya krm in email aja, saya mo cerita nich... Hari jumat yang lalu saya nonton ayat2 cinta bareng ama temen, dan Subhanalloh, mata saya bengkak gedhe banget sekeluarnya dari bioskop, dan bengkak itu 2 hari baru bisa kempes, he he he he he. Sebenarnya saya nangis bukan karena jalan ceritanya, bukan karena Fahri yang begitu sempurna seperti halnya Aisha baik agama maupun hati dan akhlaknya, bukan juga karena nasib Maria yang begitu malang. Tapi ada dua adegan yang sampai sekarang kalo diinget saya masih tetep nangis.

Begini cara hitung skor PPDB Zonasi Sekolah Dasar Negeri Kota Depok Tahun 2024

Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Kota Depok tahun ini rupanya berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Dimana pada tahun 2024 ini PPDB dilaksanakan secara terintegrasi dari TK Negeri, SD Negeri dan SMP Negeri. Tahun ini pun persyaratan Kartu Keluarga (KK) Kota Depok yang terbitnya setidaknya sudah 1 (satu) tahun pun menjadi persyaratan mutlak. Tujuannya tentu saja menyaring agar calon peserta didik yang mendaftar di sekolah negeri dibawah Dinas Pendidikan Kota Depok adalah benar-benar warga Depok, yang telah memiliki KK dan tinggal di Depok setidaknya 1 (satu) tahun. Jika tidak, maka tombol opsi untuk melakukan pendaftaran tidak dapat di tekan. Tujuannya memang positif, dimana Dinas Pendidikan Kota Depok memberikan prioritas kepada warga Depok untuk dapat bersekolah di kotanya sendiri dan sekolah yang dekat dari tempat tinggalnya sesuai KK. Namun dampaknya untuk Sekolah Dasar Negeri banyak calon peserta didik yang berusia 7 (tujuh) tahun keatas tidak dapat masuk sekolah dikarenakan K...

Guru Malas Menulis, Murid Malas Membaca: Tantangan dan Solusi Pendidikan

Dalam era digital yang serba cepat ini, dunia pendidikan menghadapi tantangan baru yang tak terelakkan: penurunan minat guru dalam menulis dan menurunnya minat siswa dalam membaca. Fenomena ini dapat berdampak negatif pada kualitas pendidikan dan perkembangan intelektual siswa. Artikel ini akan mengupas penyebab, dampak, dan solusi dari masalah ini. Penyebab Guru Malas Menulis 1. Beban Kerja yang Tinggi: Guru sering kali menghadapi beban kerja yang tinggi, mulai dari mengajar, menyiapkan materi, hingga mengurus administrasi. Hal ini menyisakan sedikit waktu dan energi untuk menulis. 2. Kurangnya Motivasi: Beberapa guru mungkin merasa tidak ada insentif atau penghargaan yang cukup untuk menulis, baik dalam bentuk artikel ilmiah, buku, atau bahkan materi pembelajaran yang inovatif. 3. Teknologi dan Sumber Daya: Keterbatasan akses ke teknologi dan sumber daya yang diperlukan untuk menulis, seperti komputer dan akses internet yang stabil, juga bisa menjadi kendala.